SURABAYA, Berita HUKUM - Deni Setiawan terkejut saat tidak bisa mengakses e-mail yang dia gunakan sehari-hari. Dia berkali-kali membukanya dengan menggunakan kata sandi yang selalu dipakai, tetap saja tidak bisa. Kata sandi yang dimasukkan dinyatakan salah oleh sistem.
Pengusaha di bidang otomotif itu menghubungi pihak Microsoft untuk meminta bantuan membuka e-mail-nya. Dia dikirimi kode verifikasi ke nomor handphone yang tercatat di akun e-mail-nya. Namun, dia tidak bisa melakukan verifikasi karena nomor handphone-nya sudah ditutup.
Setahun lalu, Deni menutup nomor handphone-nya di kantor cabang operator seluler di Mulyorejo. Nomor itulah yang dicantumkan saat membuat akun e-mail. Operator seluler menarik nomor handphone tersebut untuk didaur ulang dan dijual kembali.
"Saya mulai berpikir bahwa e-mail saya di-hack pakai nomor handphone yang sudah saya tutup," ujar Deni yang tinggal di kawasan Surabaya Barat itu, Jumat (28/8) lalu.
Setelah gagal membuka e-mail, Deni kembali mendatangi kantor operator seluler untuk meminta tolong diperlihatkan kode verifikasi yang dikirim ke nomor HP-nya yang lama. Namun, customer service mengatakan tidak bisa. Deni diminta menunggu enam bulan karena proses daur ulang dilakukan enam bulan sekali.
Kabar mengejutkan datang sebulan setelah e-mail-nya diretas. Deni mendapat tagihan kartu kredit dari enam bank berbeda. Nilainya bermacam-macam. Yang membuat shock, dia tidak pernah melakukan sebagian besar transaksi tersebut. "Saya jarang pakai kartu kredit. Tiga kartu kredit malah tidak pernah saya pakai sama sekali," ungkapnya.
Di kartu kredit bank pertama, ada empat transaksi dengan nilai Rp 25,3 juta. Transaksi itu berbentuk belanja di salah satu toko online. Dia juga ditagih bank kedua Rp 28 juta karena dua transaksi di kartu kredit yang sebenarnya tidak pernah dikenalinya.
Di bank ketiga, dia ditagih tujuh transaksi kartu kredit untuk membeli pulsa di aplikasi belanja online. Nilainya Rp 1,7 juta. Pembobolan terus berlangsung. Saat datang ke kantor bank keempat untuk mengecek, dia mendapati beberapa jam sebelumnya ada transaksi kartu kredit yang tidak dikenalinya senilai Rp 9,3 juta.
Begitu pula saat mengecek di bank kelima. Ada tiga kali transaksi yang tidak dikenalinya. Di bank keenam, bahkan sampai 12 kali transaksi yang tidak dikenalinya. Nilainya Rp 23,7 juta.
Setelah mengetahui rentetan transaksi janggal menggunakan kartu kredit itu, Deni kembali mendatangi kantor operator seluler untuk menanyakan pemilik nomor handphone lamanya. Customer service mengatakan bahwa nomor handphone itu sudah dibeli orang di Sidoarjo.
Deni tidak bisa membuka data nomor handphone itu karena sudah menjadi milik orang lain. Dia diminta membuat laporan polisi terlebih dahulu. Laporan polisi langsung dibuat. Namun, customer service yang menyarankan sebelumnya melarang membuka data nomor handphone atas nama pelanggan baru itu.
Deni berusaha memaksa agar mendapatkan jejak pemakaian nomor handphone lamanya. Data itu didapatkannya dengan memegang paksa komputer customer service, lalu memfoto histori pemakaian. Dari sana dia melihat ada banyak transaksi dengan menggunakan nomor handphone lamanya. Berbekal data itu, dia datang ke bank-bank yang kartu kredit miliknya dibobol.
"Dari kantor bank di Surabaya alasannya selalu sama. Yang investigasi kantor Jakarta. Dari investigasi, saya tetap diminta membayar tagihan transaksi yang tidak saya kenal. Bank tidak mau tahu," kata Deni.
Hanya bank keenam yang akhirnya menghapus transaksi yang tidak dikenalnya. Dia dibebaskan dari tagihan Rp 23,7 juta. Sementara itu, bank lain tetap menagihnya. Deni berkali-kali meyakinkan bahwa kartu kreditnya diretas dan bukan dirinya yang sebenarnya bertransaksi.
"Saya diminta membayar separo dari nilai tagihan. Padahal, transaksi itu tidak pernah saya lakukan. Dan, itu membuat saya tidak tenang karena terus ditagih tanpa ada penyelesaian," ujarnya.
Deni meyakini bahwa data kartu kreditnya didapatkan peretas dari nomor handphone-nya yang sudah ditutup. "Semestinya kalau nomor handphone itu terhubung dengan data perbankan, harus seizin pimpinan dulu untuk mengaktifkan. Dan, data-data pengguna lama mestinya juga sudah terhapus," katanya.(gas/c7/eko/jawapos/bh/sya) |